
Fashion Politik Jalanan 2025: Dari Jaket Almamater ke Streetwear Aktivis
◆ Evolusi Fashion dan Politik di Indonesia
Sejak lama, politik jalanan di Indonesia punya simbol visual yang kuat. Pada 1966, mahasiswa turun ke jalan dengan pakaian sederhana: kemeja putih, celana kain, dan rambut klimis. Pada 1998, identitas aksi mahasiswa melekat pada jaket almamater, simbol akademik sekaligus simbol keberanian.
Tahun 2025, wajah politik jalanan berubah. Demonstrasi nasional yang hampir berlangsung setiap minggu bukan hanya arena politik, tapi juga arena budaya. Dari gerakan massa lahir fenomena baru: fashion politik jalanan 2025.
Di jalan-jalan Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya, ribuan mahasiswa turun aksi dengan gaya yang mencolok. Ada yang tetap setia memakai almamater, ada yang bergaya streetwear dengan hoodie dan sneakers, ada juga yang memadukan fashion tradisional dengan atribut modern. Semua ini menandakan bahwa politik jalanan kini bukan hanya tentang suara, tapi juga tentang visual.
◆ Jaket Almamater: Ikon Abadi Perlawanan
Tidak bisa dipungkiri, jaket almamater masih jadi elemen utama dalam fashion politik jalanan 2025. Dari UNISBA hingga UNJ, dari UGM hingga ITS, ribuan jaket berwarna-warni memenuhi jalanan setiap kali aksi berlangsung.
Mengapa almamater begitu penting? Karena ia mengandung identitas. Begitu seseorang memakai almamater, orang lain langsung tahu dari kampus mana ia berasal. Ribuan almamater di jalan adalah bukti nyata bahwa mahasiswa bersatu lintas kampus.
Selain itu, almamater juga punya makna sejarah. Tahun 1998, ribuan mahasiswa dengan almamater menumbangkan rezim Orde Baru. Kini, generasi 2025 mewarisi simbol itu. Dengan almamater, mereka merasa terhubung dengan sejarah panjang perjuangan mahasiswa.
Namun, almamater juga mengalami transformasi. Banyak mahasiswa kini menambahkan patch, bordir, atau cat semprot di jaket mereka. Ada almamater yang ditulisi slogan, ada yang ditempeli stiker, ada pula yang dipadukan dengan aksesori modern. Dengan begitu, almamater tetap hidup sebagai ikon, tapi juga fleksibel sebagai media ekspresi.
◆ Streetwear Aktivis: Hoodie, Sneakers, dan Identitas Urban
Jika almamater adalah simbol klasik, maka streetwear adalah simbol generasi baru. Fashion politik jalanan 2025 penuh dengan hoodie hitam, celana cargo, sneakers, dan topi baseball.
Streetwear dipilih karena nyaman. Aksi demonstrasi bisa berlangsung berjam-jam, bahkan seharian. Dengan hoodie atau kaos oversized, mahasiswa merasa bebas bergerak. Sneakers juga lebih cocok untuk berlari jika situasi memanas.
Tapi streetwear bukan hanya soal kenyamanan. Ia juga bagian dari identitas urban. Generasi Z dan milenial muda tumbuh dengan budaya pop, hip hop, dan media sosial. Mereka terbiasa mengekspresikan diri lewat fashion. Maka, wajar jika fashion politik jalanan 2025 banyak dipengaruhi estetika streetwear.
Beberapa aktivis bahkan menciptakan brand independen yang fokus pada pakaian aksi. Mereka menjual kaos dengan slogan politik, hoodie dengan desain grafis kritis, hingga totebag dengan simbol perlawanan. Produk ini laris manis di kalangan mahasiswa, karena mereka merasa sekaligus mendukung gerakan dan bergaya.
◆ Masker dan Aksesori Pelindung
Seperti artikel sebelumnya tentang fashion demo, masker tetap jadi elemen penting. Namun dalam konteks fashion politik jalanan 2025, masker berkembang menjadi ikon tersendiri.
Masker gas, masker kain dengan bordir, hingga masker medis bertuliskan slogan semua hadir di jalanan. Selain melindungi dari gas air mata, masker juga menyamarkan identitas. Di era digital, ketika wajah bisa dengan mudah terekam kamera, masker memberi rasa aman.
Kacamata pelindung, helm sepeda, dan pelindung lutut juga sering dipakai. Meski terkesan fungsional, banyak aktivis memodifikasi aksesori ini dengan warna mencolok atau simbol unik. Dengan begitu, perlindungan diri sekaligus menjadi bagian dari fashion.
◆ Fashion Tradisional dalam Aksi
Menariknya, fashion tradisional juga ikut hadir di politik jalanan. Beberapa kelompok mahasiswa memilih mengenakan ikat kepala Sunda, kain batik, atau sarung sebagai bagian dari outfit mereka.
Misalnya, di Bandung ada mahasiswa yang memakai iket Sunda dengan almamater. Di Yogyakarta, ada yang memakai jarik sebagai bawahan. Di Makassar, terlihat peserta aksi mengenakan baju bodo dengan sentuhan modern.
Mengapa ini penting? Karena fashion tradisional memberi makna lokal pada gerakan nasional. Ia menunjukkan bahwa perlawanan bukan hanya milik generasi urban, tapi juga bagian dari budaya Nusantara. Selain itu, fashion tradisional membuat aksi terlihat lebih unik di mata publik dan media internasional.
◆ Perempuan dan Kreativitas dalam Fashion Politik
Perempuan punya peran besar dalam membentuk fashion politik jalanan 2025. Jika dulu demonstrasi sering dilihat sebagai ruang maskulin, kini perempuan hadir dengan gaya mereka sendiri.
Banyak mahasiswi memakai almamater dengan jilbab hitam, dipadukan dengan pin bertuliskan slogan politik. Ada juga yang mengenakan hoodie oversized dengan totebag penuh stiker. Bahkan, ada kelompok perempuan yang memproduksi masker kain custom dan membagikannya gratis di jalan.
Fashion jadi medium perempuan untuk menegaskan eksistensi mereka. Mereka tidak hanya ikut aksi, tapi juga membentuk estetika gerakan. Dari jilbab dengan bordir slogan hingga totebag berisi puisi, kreativitas perempuan membuat politik jalanan lebih berwarna.
◆ Media Sosial: Catwalk Virtual Politik Jalanan
Fenomena fashion politik jalanan 2025 tidak bisa dilepaskan dari media sosial. Instagram, TikTok, dan Twitter penuh dengan foto-foto aksi.
Ada akun khusus yang mendokumentasikan OOTD demo. Foto mahasiswa dengan almamater penuh coretan atau hoodie bertuliskan “Lawan Oligarki” menjadi viral. Bahkan, ada konten TikTok yang memperlihatkan transisi outfit dari “sebelum demo” ke “mode demo,” lengkap dengan musik energik.
Fenomena ini menimbulkan debat. Ada yang bilang aksi jadi terlalu estetis, seolah-olah demo hanya ajang gaya. Tapi banyak juga yang melihat ini sebagai strategi cerdas. Dengan visual menarik, pesan politik lebih mudah viral dan mendapat simpati publik.
Di era digital, visual sama pentingnya dengan narasi. Fashion politik jalanan 2025 bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga soal membangun citra kolektif di mata masyarakat.
◆ Politik, Ekonomi, dan Industri Kreatif
Fashion politik jalanan juga membuka peluang bagi industri kreatif. Banyak brand lokal atau komunitas independen memproduksi merchandise politik: kaos, hoodie, masker, totebag, hingga stiker.
Ekonomi kreatif ini berjalan paralel dengan gerakan politik. Mahasiswa membeli produk bukan hanya untuk bergaya, tapi juga untuk mendukung gerakan. Sebagian keuntungan bahkan disumbangkan untuk bantuan hukum atau logistik aksi.
Fenomena ini menunjukkan hubungan unik antara politik, ekonomi, dan fashion. Gerakan sosial melahirkan pasar baru, sementara pasar mendukung keberlanjutan gerakan.
◆ Kritik dan Tantangan
Meski menarik, fashion politik jalanan 2025 juga menuai kritik. Ada yang menilai gerakan jadi terlalu fokus pada penampilan, mengurangi substansi politik. “Apakah ini demo atau fashion show?” begitu komentar sinis di media sosial.
Namun, pendukung tren ini menegaskan bahwa fashion adalah bagian dari komunikasi politik. Dengan visual kuat, pesan lebih mudah diterima. Lagi pula, sejak dulu politik selalu punya simbol visual: dari bendera, seragam, hingga poster.
Tantangannya adalah menjaga keseimbangan. Fashion bisa jadi alat, tapi jangan sampai menutupi substansi. Gerakan harus tetap fokus pada isu utama: keadilan sosial, transparansi, dan demokrasi.
◆ Penutup: Fashion Sebagai Bahasa Politik Baru
Fashion politik jalanan 2025 adalah bahasa baru dalam demokrasi Indonesia. Dari almamater hingga hoodie, dari masker hingga ikat kepala, semua jadi bagian dari narasi perlawanan.
Fashion melindungi tubuh, mengekspresikan identitas, dan menyampaikan pesan. Ia menjembatani sejarah dengan masa kini, budaya lokal dengan budaya pop, serta politik dengan industri kreatif.
Dengan fashion politik jalanan, generasi muda membuktikan bahwa demokrasi bukan hanya soal orasi, tapi juga soal visual. Dan mungkin, di masa depan, fashion ini akan dikenang sebagai salah satu ikon perlawanan generasi 2025.