
Reformasi Polri dan TNI Jadi Tuntutan Utama Protes Nasional 2025
◆ Latar Belakang Tuntutan Reformasi
Gelombang protes nasional 2025 tidak hanya menyoroti isu gaji DPR dan ketimpangan ekonomi, tetapi juga memunculkan tuntutan serius: reformasi Polri dan TNI. Ribuan demonstran di berbagai kota menyerukan perombakan besar-besaran di sektor keamanan, menilai kedua institusi ini belum sepenuhnya memenuhi harapan publik.
Sejak era Reformasi 1998, pemisahan Polri dan TNI dianggap sebagai langkah penting. Namun, dua dekade kemudian, masyarakat masih merasakan banyak masalah. Dari isu represivitas aparat saat demonstrasi hingga kasus penyalahgunaan kewenangan, ketidakpercayaan publik semakin menumpuk. Protes 2025 menjadi momentum bagi rakyat untuk kembali mendesak perubahan.
Isu ini menjadi relevan karena bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Polri yang seharusnya melindungi masyarakat, justru sering dikritik karena pendekatan keras dalam menangani aksi massa. TNI, meski kini fokus pada pertahanan negara, masih dianggap terlalu sering masuk ke ranah sipil.
◆ Mengapa Reformasi Polri Mendesak?
Polri berada di garis depan dalam menghadapi demonstrasi nasional 2025. Ribuan personel dikerahkan untuk mengamankan aksi, namun bentrokan dengan massa kerap terjadi. Banyak laporan menyebut adanya tindakan represif, mulai dari penggunaan gas air mata berlebihan hingga kekerasan fisik terhadap mahasiswa.
Tuntutan utama demonstran terkait Polri meliputi:
-
Transparansi Penegakan Hukum – Publik menuntut agar kasus pelanggaran yang melibatkan aparat diproses secara terbuka.
-
Profesionalisme Penanganan Aksi Massa – Polri harus mengutamakan pendekatan persuasif, bukan kekerasan.
-
Reformasi Internal – Pembersihan praktik korupsi, pungli, dan penyalahgunaan jabatan di tubuh kepolisian.
-
Penguatan Hak Asasi Manusia – Aparat dituntut menjunjung tinggi HAM dalam setiap operasi.
Kritik keras ini membuat reformasi Polri tak bisa lagi ditunda. Rakyat ingin kepolisian yang lebih modern, transparan, dan benar-benar menjadi pengayom.
◆ TNI dan Isu Keterlibatan di Ranah Sipil
Meski secara konstitusi TNI sudah dipisahkan dari urusan sipil, kenyataannya keterlibatan mereka masih sering terjadi. Dalam protes 2025, beberapa unit TNI ikut dikerahkan untuk membantu pengamanan. Hal ini menimbulkan perdebatan baru tentang posisi TNI di era demokrasi.
Demonstran mengingatkan pemerintah bahwa tugas TNI adalah menjaga pertahanan negara dari ancaman eksternal, bukan menangani urusan sipil. Isu lain yang mencuat adalah perlunya pengawasan yang lebih kuat terhadap bisnis militer, agar peran TNI tetap fokus pada bidang pertahanan.
Selain itu, modernisasi TNI juga menjadi tuntutan. Di tengah dinamika geopolitik global, TNI dituntut beradaptasi dengan teknologi baru tanpa melupakan prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap sipil.
◆ Respon Pemerintah
Pemerintah tidak bisa menutup mata terhadap tuntutan ini. Beberapa pejabat menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap prosedur pengamanan demonstrasi. Presiden bahkan berjanji membentuk komisi independen untuk meninjau kinerja Polri dan TNI di tengah aksi nasional.
Meski begitu, skeptisisme tetap tinggi. Publik menilai janji reformasi sering kali hanya jadi retorika politik tanpa realisasi nyata. Oleh karena itu, masyarakat menuntut adanya timeline jelas, termasuk revisi regulasi dan sanksi nyata bagi aparat yang melanggar.
◆ Perspektif Akademisi dan Aktivis HAM
Akademisi hukum dan aktivis HAM memandang tuntutan reformasi Polri dan TNI sebagai wajar. Mereka menilai demokrasi hanya bisa tumbuh jika aparat benar-benar berada di jalur konstitusi.
Menurut mereka, Polri harus kembali pada fungsinya sebagai penegak hukum yang humanis, sementara TNI harus fokus membangun kekuatan pertahanan tanpa intervensi berlebihan dalam urusan sipil. Jika reformasi ini tidak dijalankan, kepercayaan publik bisa runtuh, dan legitimasi pemerintah ikut terguncang.
◆ Sorotan Internasional
Media internasional ikut menyoroti tuntutan ini. Reuters dan BBC melaporkan bahwa protes Indonesia 2025 menjadi cermin tantangan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dalam mengelola aparat keamanan.
Beberapa organisasi HAM internasional seperti Amnesty International menyerukan agar Indonesia segera melakukan perombakan struktural. Mereka menekankan pentingnya akuntabilitas aparat dan perlindungan hak sipil di tengah krisis politik.
◆ Harapan Masa Depan
Tuntutan reformasi Polri dan TNI 2025 menunjukkan bahwa rakyat tidak lagi diam. Mereka ingin aparat yang benar-benar melindungi, bukan menakut-nakuti. Masa depan demokrasi Indonesia akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemerintah merespons tuntutan ini.
Jika reformasi dilakukan, Indonesia bisa menjadi contoh sukses negara demokrasi dengan militer dan kepolisian yang profesional. Namun, jika diabaikan, ketidakpercayaan publik bisa semakin dalam, dan protes akan terus berlanjut.
Kesimpulan
Reformasi Polri dan TNI 2025 adalah tuntutan mendesak yang mencerminkan krisis kepercayaan publik terhadap aparat keamanan. Protes nasional telah menjadi panggung untuk suara rakyat, dan pemerintah harus menanggapinya dengan langkah konkret, bukan sekadar janji.
◆ Penutup
Reformasi aparat bukan pilihan, melainkan keharusan. Jika tidak segera dilakukan, krisis legitimasi bisa semakin parah, dan stabilitas nasional akan terus terguncang.
Referensi: