Gaji DPR Tembus Rp 100 Juta per Bulan, KSPI: Bentuk Nyata Ketidakadilan

Read Time:2 Minute, 35 Second

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai gaji dan tunjangan anggota DPR yang mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan merupakan bentuk ketidakadilan sosial.

Ia menyinggung laporan BBC yang menyebut total pendapatan wakil rakyat bisa menembus Rp 104 juta setiap bulan. Dari jumlah itu, komponen terbesar berasal dari tunjangan perumahan sekitar Rp 50 juta.

“Saya baca suatu rilis dari BBC Online yang dari Inggris, di situ dikatakan pendapatan DPR Rp104 jutaan perbulan, memang paling besar tunjangan perumahan Rp 50 juta saya lihat,” kata Said dalam konferensi pers, ditulis Kamis (21/8/2025).

Menurut Said, jika dihitung, gaji pokok dan tunjangan anggota DPR berada di kisaran Rp 54 juta. Ditambah fasilitas lain, maka total yang diterima per bulan sesuai dengan angka yang dilaporkan. Jika dirata-ratakan, setiap anggota DPR menerima sekitar Rp 3 juta lebih per hari.

“Berarti gaji pokok dan tunjangannya sekitar Rp 54 juta, lalu kita totalkan apakah benar Rp 104 juta seperti yang dilaporkan BBC, maka kalu kita bagi 30 hari memang ebnar kira-kira Rp 3 juta lebih per hari,” ujarnya.

Sementara itu, kata Said, kondisi ini sangat kontras dengan buruh di Jakarta yang menerima upah minimum sekitar Rp5 juta per bulan. Jika dihitung harian, buruh hanya memperoleh sekitar Rp150 ribu per hari. Perbandingan tersebut memperlihatkan jurang ketimpangan yang nyata antara wakil rakyat dengan pekerja.

“Kita bandingkan karyawan outsourcing kontrak yang di Jakarta upahnya Rp 5 juta bagi 30 hari hanya sekitar Rp 150 ribuan kira-kira, anggota DPR Rp 3 juta lebih perhari, buruh yang pontang-panting Rp 150 ribu per hari,” ujarnya.

Ia menegaskan, ketika buruh masih berjuang untuk mendapatkan kenaikan upah minimum, anggota DPR justru menikmati fasilitas dan tunjangan yang sangat besar.

Menurutnya, hal ini mencerminkan sistem yang tidak adil di tengah situasi ekonomi rakyat yang serba sulit.

Pekerja Informal Tertekan

Selain membandingkan dengan buruh formal, Said Iqbal juga menyinggung kondisi pekerja informal. Ia mencontohkan pegawai kontrak di koperasi atau yayasan yang hanya memperoleh Rp1,5 juta per bulan, atau sekitar Rp50 ribu per hari. Jumlah ini sangat jauh dari pendapatan anggota DPR yang bisa mencapai Rp3 juta lebih per hari.

“Kita lihat pekerja di sektor informal, katakan yang bekerja di MBG, Koperasi, di yayasan, di Jakarta katakan Rp 1,5 juta dibagi 30 hari berarti perharinya sekitar Rp 50 ribu,” ujarnya.

Kondisi lebih miris dialami oleh pekerja ojek online. Menurut Iqbal, rata-rata penghasilan driver ojol saat ini hanya berkisar Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulan karena jumlah pengemudi yang semakin banyak. Jika dirata-rata, mereka hanya menerima Rp20 ribu per hari.

Bentuk Ketidakadilan yang Nyata

[email protected]

Ia menilai kesenjangan pendapatan ini menunjukkan adanya ketidakadilan struktural. Buruh dan pekerja informal bekerja keras setiap hari, namun penghasilannya sangat rendah dan tidak sebanding dengan biaya hidup di perkotaan.

Sementara anggota DPR, meski bekerja hanya lima tahun, bisa menikmati pensiun seumur hidup.

“Itu ketidakadilan disitu, ditengah rakyat daya belinya menurun, pendapatannya rendah, sistem kerja tidak punya masa depan karena outsourcing, mudah di PHK, tanpa jaminan sosial. Sedangkan DPR kerja lima tahun aja ada uang pensiunnya seumur hidup,” pungkasnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Soal Antony, Pelatih Real Betis Pasrah Menanti Keputusan MU
Next post Ketua Komisi III Soal Tunjangan Perumahan Anggota DPR: Jangan Tanya Saya